Senin, 02 Januari 2017

Penalaran

08.59 Posted by adytia maulana No comments

1.      Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah sebutan yang digunakan dengan berbagai cara di sejumlah bidang,termasuk filosofi, fisika, statistika, ekonomika, keuangan, asuransi, psikologi, sosiologi, teknik, dan ilmu pengetahuan informasi. Ketidakpastian berlaku pada perkiraan masa depan hingga pengukuran fisik yang sudah ada atau yang belum diketahui. Contohnya, jika Anda tidak tahu apakah besok hujan, maka Anda mengalami ketidakpastian. Bila Anda menerapkan kemungkinan ini pada hasil memungkinkan yang menggunakan perkiraan cuaca atau penilaian kemungkinan terkalibrasi, Anda telah memperkirakan ketidakpastian.

Contoh :
ada sebuah agent yang perlu ke bandara karena akan terbang ke LN. Mis. action At = pergi ke bandara t menit sebelum pesawat terbang. Apakah At berhasil sampai dengan waktu cukup?
Ada banyak masalah:
-          Tidak tahu keadaan jalan, kemacetan, dll. (partially observable).
-           Kebenaran informasi tidak bisa dijamin-“laporan pandangan mata” (noisy sensor).
-           Ketidakpastian dalam tindakan, mis. ban kempes (nondeterministic).
-          Kalaupun semua hal di atas bisa dinyatakan, reasoning akan luar biasa repot.

Sebuah pendekatan yang murni secara logika
§  beresiko menyimpulkan dengan salah, mis: “A60 berhasil dengan waktu cukup”, atau
§  kesimpulan terlalu lemah, mis: “A60 berhasil dengan waktu cukup asal nggak ada kecelakaan di tol, dan nggak hujan, dan ban nggak kempes, ...”
§  kesimpulan tidak rational, mis: kesimpulannya A1440, tetapi terpaksa menunggu semalam di bandara (utility theory).
Masalah ini bisa diselesaikan dengan probabilistic reasoning
§  Berdasarkan info yang ada, A60 akan berhasil dengan probabilitas 0.04”.
Kalimat “A60 akan berhasil dengan probabilitas 0.04” disebut probabilistic assertion.
Sebuah probabilistic assertion merangkum efek ketidakpastian (info tak lengkap, tak bisa dipegang, action nondeterministic, dst.) dan menyatakannya sbg. sebuah bilangan.
Bentuk/syntax probabilistic assertion:
§  “Kalimat X bernilai true dengan probabilitas N, 0 ≤ N ≤ 1”.
§  Pernyataan tentang knowledge atau belief state dari agent, BUKAN berarti pernyataan tentang sifat probabilistik di dunia/environment.
Nilai probabilitas sebuah proposition bisa berubah dengan informasi baru (“evidence”):
            P(A60| tidak ada laporan kecelakaan) = 0.06
            P(A60| tidak ada laporan kecelakaan, jam 4 pagi) = 0.15


2.      Probabilitas dan Teorema Bayes
Probabilistic reasoning:
a.       Percept masuk (tambahan evidence), update nilai probabilitas.
b.      Prior/unconditional probability: nilai sebelum evidence.
c.       Posterior/conditional probability: nilai sesudah evidence.
d.      “ASK” secara probabilistik: hitung & kembalikan posterior probability terhadap α berdasarkan evidence dari percept .
Contoh: melempar dadu.
            α = “Nilai lemparan < 4”.
            Sebelum melihat dadu:
            Setelah melihat dadu:
Mengambil keputusan dlm ketidakpastian, andaikan agent mempercayai nilai-nilai sbb.:
            P(A60    | . . .)    = 0.04
            P(A120  | . . .)    = 0.7
            P(A150 | . . .)    = 0.9
            P(A1440                 | . . .)    = 0.999
Tindakan mana yang dipilih?
§  Tergantung prioritas, mis. ketinggalan pesawat vs. begadang di lobby bandara, dst.
§  Utility theory digunakan untuk menilai semua tindakan (mirip evaluation function).
§  Decision theory = utility theory + probability theory
Sama halnya dengan logic, pendefinisian “bahasa formal” untuk menyatakan kalimat probabilistic harus ada : Syntax (bagaimana bentuk kalimatnya), Semantics (apakah arti kalimatnya), Teknik & metode melakukan reasoning.

Mendefiniskan fitur untuk setiap objek dengan :       P(x | ω1)  &  P(x |  ω2) : (Probabilitas kodisional objek (x) terhadap kelas (ωj) / Likelihood).
3.      Faktor Kepastian (Certainty Factor)
Ketidakpastian ini bisa berupa probabilitas atau kebolehjadian yang tergantung dari hasil suatu kejadian. Hasil yang tidak pasti disebabkan oleh dua faktor yaitu aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Hal ini sangat mudah dilihat pada system diagnosis penyakit, dimana pakar tidak dapat mendefinisikan tentang hubungan antara gejala dengan penyebabnya secara pasti, dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti pula. Pada akhirnya ditemukan banyak kemungkinan diagnosis.

Sistem pakar harus mampu bekerja dalam ketidakpastian. Sejumlah teori telah ditemukan untuk menyelesaikan ketidakpastian,termasuk diantaranya probabilitas klasik (classical probability), probabilitas Bayes (Bayesian probability), teori Hartley berdasarkan himpunan klasik (Hartley theory based on classical sets), teori Shannon berdasarkan pada probabilitas (Shannon theory based on probability), teori Dempster-Shafer (Dempster-Shafer theory), teori fuzzy Zadeh (Zadeh.s fuzzy theory) dan faktor kepastian (certainty factor). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah factor kepastian.

Faktor kepastian merupakan cara dari penggabungan kepercayaan (belief) dan ketidapercayaan (unbelief) dalam bilangan yang tunggal. Dalam certainty theory, data-data kualitatif direpresentasikan sebagai derajat keyakinan (degree of belief).

Tahapan Representasi Data Kualitatif
Tahapan dalam merepresentasikan data-data kualitatif :
·         kemampuan untuk mengekspresikan derajat keyakinan sesuai dengan metode yang sudah dibahas sebelumnya.
·         kemampuan untuk menempatkan dan mengkombinasikan derajat keyakinan tersebut dalam sistem pakar.

4.      Teori Dempster-Shafer
Dempster shafer adalah suatu teori matematika untuk pembuktian berdasarkan belief functions and plausible reasoning (Fungsi kepercayaan dan pemikiran yang masuk akal), yang digunakan untuk mengkombinasikan potongan informasi yang terpisah (bukti) untuk mengkalkulasi kemungkinan dari suatu peristiwa. Teori ini dikembangkan oleh Arthur P.Dempster dan Glenn shafer.

Secara umum teori Dempster-Shafer ditulis dalam suatu interval :

[Belief, Plausibility]

Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence dalam mendukung suatu himpunan proposisi. Jika bernilai 0 mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, dan Plausibility (Pl) jika bernilai 1 menunjukkan adanya kepastian.
Plausibility dinotasikan sebagai :
Pl(s) = 1 – Bel(Øs)
Jika yakin akan Øs maka dikatakan bahwa Bel(s) = 1 dan pl(Øs) = 0.
Misal q = {A,F,D,B}
dengan :
A = Alergi
F = Flue
D = Demam
B = Bronkitis
Sumber             :

Inferensi dalam Logika Order Pertama

08.21 Posted by adytia maulana No comments
1.      Mengubah inferensi order pertama menjadi inferensi proposisi
Inferensi pada logika proposisi dapat dilakukan dengan menggunakan resolusi. RESOLUSI adalah suatu aturan untuk melakukan inferensi yg dapat berjalan sec
Mengubah inferensi order pertama menjadi inferensi proposisi
Inferensi pada logika proposisi dapat dilakukan dengan menggunakan resolusi. RESOLUSI adalah suatu aturan untuk melakukan inferensi yg dapat berjalan secara efisien dalam suatu bentuk khusus yg disebut  Conjunctive Normal Form (CNF).
•         CNF ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
–        Setiap kalimat merupakan disjungsi literal
–        Semua kalimat terkonjungsi secara implisit
•         Dua atau lebih proposisi dapat digabungkan dengan menggunakan operator logika :
            a. Negasi         : Ø (NOT)
            b. Konjungsi    : Ù (AND)
            c. Disjungsi     : Ú (OR)
            d. Implikasi     : ® (IF-THEN)
            e. Ekuivalen    : Û
•         Operator NOT             : digunakan untuk memberikan nilai negasi (lawan) dari pernyataan yang telah ada.
•         Langkah-langkah mengubah kalimat ke dalam bentuk CNF, sebagai berikut :
    > hilangkan implikasi dan ekuivalensi
               mis.  X ® Y menjadi  ØX Ú Y (hukum implikasi)
                          X Û Y menjadi (X=>Y) Ù (Y=>X) (hukum bi-implikasi)
                                                   (ØX Ú Y)Ù(ØY Ú X) (hukum implikasi)
    > kurangi lingkup semua negasi menjadi satu negasi saja
       mis. Ø(Ø X) menjadi X (hukum negasi ganda)
                         Ø(X Ú Y) menjadi (ØX Ù ØY) (hukum de’Morgan)
                         Ø(X Ù Y) menjadi (ØX Ú ØY) (hukum de’Morgan)
> gunakan aturan assosiatif dan distributif untuk mengkonversi menjadi conjunction of    disjunction
       mis.  Assosiatif : (A Ú B) Ú C = A Ú (B Ú C)
   Distributif : (A Ù B) Ú C = (A Ú C) Ù (B Ú C)
          
•         Algoritma Resolusi
            Input   : serangkaian clauses yang disebut axioma dan tujuannya.
            Output :uji apakah tujuan diturunkan dari axioma
            Begin
a)      Kembangkan serangkaian pernyataan axioma termasuk tujuan yang dinegasikan
b)      Representasikan tiap elemen statemen ke dalam Conjunctive Normal Form (CNF)
                berdasarkan langkah-langkah berikut :
Ø  Hilangkan operator “if-then” dengan  operasi  NEGATION dan OR berdasarkan hukum logika
•         Algoritma Resolusi
            Input : serangkaian clauses yang disebut axioma dan tujuannya.
            Output :uji apakah tujuan diturunkan dari axioma
c)      Repeat
·         Pilih dua clauses mana saja dari S, sehingga satu clause berisi literal yang dinegasikan dan clause yang lainnya berisi literal positif yang berhubungan (literal yang tidak dinegasikan)
·         Pisahkan dua clauses ini dan panggil clause yang dihasilkan (resolvent). Hapus parent clause dari S.
Until sebuah clause null dihasilkan atau tidak ada progress lebih lanjut yang bisa dibuat
d)     Jika sebuah clause null dihasilkan, maka “tujuan terbukti” atau Pernyataan “valid”

2.      Unifikasi
Unifikasi adalah usaha untuk mencoba membuat dua ekspresi menjadi identik (mempersatukan keduanya) dengan mencari substitusi-substitusi tertentu untuk mengikuti peubah-peubah dalam ekspresi mereka tersebut. Unifikasi merupakan suatu prosedur sistematik untuk memperoleh peubah-peubah instan dalam wffs. Ketika nilai kebenaran predikat adalah sebuah fungsi dari nilai-nilai yang diasumsikan dengan argumen mereka, keinstanan terkontrol dari nilai-nilai selanjutnya yang menyediakan cara memvalidasi nilai-nilai kebenaran pernyataan yang berisi predikat. Unifikasi merupakan dasar atas kebanyakan strategi inferensi dalam Kecerdasan Buatan. Sedangkan dasar dari unifikasi adalah substitusi.
Suatu substitusi (substitution) adalah suatu himpunan penetapan istilah-istilah kepada peubah, tanpa ada peubah yang ditetapkan lebih dari satu istilah. Sebagai pengetahuan jantung dari eksekusi Prolog, adalah mekanisme unifikasi.
Aturan-aturan unifikasi :
A.    Dua atom (konstanta atau peubah) adalah identik.
B.     Dua daftar identik, atau ekspresi dikonversi ke dalam satu buah daftar.
C.      Sebuah konstanta dan satu peubah terikat dipersatukan, sehingga peubah menjadi terikat kepada konstanta.
D.     Sebuah peubah tak terikat diperssatukan dengan sebuah peubah terikat.
E.      Sebuah peubah terikat dipersatukan dengan sebuah konstanta jika pengikatan pada peubah terikat dengan konstanta tidak ada konflik.
F.      Dua peubah tidak terikat disatukan. Jika peubah yang satu lainnya menjadi terikat dalam upa-urutan langkah unifikasi, yang lainnya juga menjadi terikat ke atom yang sama (peubah atau konstanta).
G.    Dua peubah terikat disatukan jika keduanya terikat (mungkin melalui pengikatan tengah) ke atom yang sama (peubah atau konstanta).
3.      Generalized Modus Ponens (GMP)
Kaidah dasar dalam menarik kesimpulan  dari dua nilai logika tradisional adalah modus ponens, yaitu kesimpulan tentang nilai kebenaran pada Bdiambil berdasarkan kebenaran pada A. Sebagai contoh, jika A diidentifikasi dengan “tomat itu merah” dan B dengan “tomat itu masak”, kemudian jika benar kalau “tomat itu merah” maka “tomat itu masak”, juga benar. Konsep ini digambarkan sebagai berikut:

premise 1 (kenyataan)                         :                       x adalah A,
premise 2 (kaidah)                               :                       jika x adalah A maka y adalah B.
Consequence (kesimpulan)                 :                       y adalah B.

Secara umum dalam melakukan penalaran, modus ponens digunakan dengan cara pendekatan. Sebagai contoh, jika ditemukan suatu kaidah implikasi yang sama dengan “jika tomat itu merah maka tomat itu masak”, misalnya “tomat itu kurang lebih merah,” maka dapat disimpulkan “tomat itu kurang lebih masak”, hal ini dapat dituliskan seperti berikut:

premise 1 (kenyataan)                         :                       x adalah A’,
premise 2 (kaidah)                               :                       jika x adalah A maka y adalah B.
Consequence (kesimpulan)                 :                       y adalah B’.

Dengan A’adalah dekat ke A dan B’adalah dekat ke B. Ketika A, B, A’ dan B’adalah himpunan fuzzy dari semesta yang berhubungan, maka penarikan kesimpulan seperti tersebut dinamakan penalaran dengan pendekatan (approximate reasoning) yang disebut juga dengan generalized modus ponens (GMP).

4.      Rangkaian Forward dan backward
Forward chaining merupakan metode inferensi yang melakukan penalaran dari suatu masalah kepada solusinya. Jika klausa premis sesuai dengan situasi (bernilai TRUE), maka proses akan menyatakan konklusi. Forward chaining adalah data-driven karena inferensi dimulai dengan informasi yang tersedia dan baru konklusi diperoleh. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang lebar dan tidak dalam, maka gunakan forward chaining.
Contoh :
Terdapat 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan yaitu :
R1 : if A and B then C
R2 : if C then D
R3 : if A and E then F
R4 : if A then G
R5 : if F and G then D
R6 : if G and E then H
R7 : if C and H then I
R8 : if I and A then J
R9 : if G then J
R10 : if J then K

Backward Chaining
Menggunakan pendekatan goal-driven, dimulai dari harapan apa yang akan terjadi (hipotesis) dan kemudian mencari bukti yang mendukung (atau berlawanan) dengan harapan kita. Sering hal ini memerlukan perumusan dan pengujian hipotesis sementara. Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang sempit dan cukup dalam, maka gunakan backward chaining
Contoh :
Seperti pada contoh forward chining, terdapat 10 aturan yang sama pada basis pengetahuan dan fakta awal yang diberikan hanya A dan E. ingin membuktikan apakah K bernilai benar.
Sumber :