1.
Mengubah inferensi
order pertama menjadi inferensi proposisi
Inferensi pada logika proposisi dapat dilakukan dengan
menggunakan resolusi. RESOLUSI adalah suatu aturan untuk melakukan inferensi yg
dapat berjalan sec
Mengubah inferensi
order pertama menjadi inferensi proposisi
Inferensi pada
logika proposisi dapat dilakukan dengan menggunakan resolusi. RESOLUSI adalah
suatu aturan untuk melakukan inferensi yg dapat berjalan secara efisien dalam
suatu bentuk khusus yg disebut
Conjunctive Normal Form (CNF).
• CNF ini memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
– Setiap kalimat merupakan disjungsi
literal
– Semua kalimat terkonjungsi secara
implisit
• Dua atau lebih proposisi dapat
digabungkan dengan menggunakan operator logika :
a. Negasi : Ø (NOT)
b. Konjungsi : Ù (AND)
c. Disjungsi : Ú (OR)
d. Implikasi : ® (IF-THEN)
e. Ekuivalen : Û
• Operator NOT : digunakan untuk memberikan nilai
negasi (lawan) dari pernyataan yang telah ada.
• Langkah-langkah mengubah kalimat ke
dalam bentuk CNF, sebagai berikut :
> hilangkan implikasi dan ekuivalensi
mis. X ® Y menjadi
ØX Ú Y (hukum implikasi)
X Û Y menjadi
(X=>Y) Ù (Y=>X) (hukum bi-implikasi)
(ØX Ú Y)Ù(ØY Ú X) (hukum implikasi)
> kurangi lingkup semua negasi menjadi
satu negasi saja
mis. Ø(Ø X) menjadi X (hukum negasi
ganda)
Ø(X Ú Y) menjadi (ØX Ù
ØY) (hukum de’Morgan)
Ø(X Ù Y) menjadi (ØX Ú
ØY) (hukum de’Morgan)
> gunakan
aturan assosiatif dan distributif untuk mengkonversi menjadi conjunction
of disjunction
mis.
Assosiatif : (A Ú B) Ú C = A Ú (B Ú C)
Distributif : (A Ù B) Ú C = (A Ú C) Ù (B Ú
C)
• Algoritma Resolusi
Input : serangkaian clauses yang disebut axioma
dan tujuannya.
Output :uji apakah tujuan
diturunkan dari axioma
Begin
a)
Kembangkan
serangkaian pernyataan axioma termasuk tujuan yang dinegasikan
b)
Representasikan
tiap elemen statemen ke dalam Conjunctive Normal Form (CNF)
berdasarkan langkah-langkah
berikut :
Ø Hilangkan operator “if-then” dengan operasi
NEGATION dan OR berdasarkan hukum logika
• Algoritma Resolusi
Input : serangkaian clauses yang
disebut axioma dan tujuannya.
Output :uji apakah tujuan
diturunkan dari axioma
c)
Repeat
·
Pilih dua clauses mana saja dari S, sehingga
satu clause berisi literal yang dinegasikan dan clause yang lainnya berisi
literal positif yang berhubungan (literal yang tidak dinegasikan)
·
Pisahkan dua
clauses ini dan panggil clause yang dihasilkan (resolvent). Hapus parent clause
dari S.
Until
sebuah clause null dihasilkan atau tidak ada progress lebih lanjut yang bisa
dibuat
d)
Jika sebuah clause
null dihasilkan, maka “tujuan terbukti” atau Pernyataan “valid”
2.
Unifikasi
Unifikasi adalah usaha untuk mencoba membuat dua
ekspresi menjadi identik (mempersatukan keduanya) dengan mencari
substitusi-substitusi tertentu untuk mengikuti peubah-peubah dalam ekspresi
mereka tersebut. Unifikasi merupakan suatu prosedur sistematik untuk memperoleh
peubah-peubah instan dalam wffs. Ketika nilai kebenaran predikat adalah sebuah
fungsi dari nilai-nilai yang diasumsikan dengan argumen mereka, keinstanan
terkontrol dari nilai-nilai selanjutnya yang menyediakan cara memvalidasi
nilai-nilai kebenaran pernyataan yang berisi predikat. Unifikasi merupakan
dasar atas kebanyakan strategi inferensi dalam Kecerdasan Buatan. Sedangkan
dasar dari unifikasi adalah substitusi.
Suatu substitusi (substitution) adalah suatu himpunan
penetapan istilah-istilah kepada peubah, tanpa ada peubah yang ditetapkan lebih
dari satu istilah. Sebagai pengetahuan jantung dari eksekusi Prolog, adalah
mekanisme unifikasi.
Aturan-aturan
unifikasi :
A.
Dua atom
(konstanta atau peubah) adalah identik.
B.
Dua daftar
identik, atau ekspresi dikonversi ke dalam satu buah daftar.
C.
Sebuah konstanta dan satu peubah terikat
dipersatukan, sehingga peubah menjadi terikat kepada konstanta.
D.
Sebuah peubah tak terikat diperssatukan dengan
sebuah peubah terikat.
E.
Sebuah peubah terikat dipersatukan dengan
sebuah konstanta jika pengikatan pada peubah terikat dengan konstanta tidak ada
konflik.
F.
Dua peubah tidak
terikat disatukan. Jika peubah yang satu lainnya menjadi terikat dalam
upa-urutan langkah unifikasi, yang lainnya juga menjadi terikat ke atom yang
sama (peubah atau konstanta).
G.
Dua peubah terikat
disatukan jika keduanya terikat (mungkin melalui pengikatan tengah) ke atom
yang sama (peubah atau konstanta).
3.
Generalized Modus
Ponens (GMP)
Kaidah dasar dalam menarik kesimpulan dari dua nilai logika tradisional adalah
modus ponens, yaitu kesimpulan tentang nilai kebenaran pada Bdiambil
berdasarkan kebenaran pada A. Sebagai contoh, jika A diidentifikasi dengan
“tomat itu merah” dan B dengan “tomat itu masak”, kemudian jika benar kalau
“tomat itu merah” maka “tomat itu masak”, juga benar. Konsep ini digambarkan
sebagai berikut:
premise 1
(kenyataan) : x adalah A,
premise 2 (kaidah) : jika x adalah A maka y
adalah B.
Consequence
(kesimpulan) : y adalah B.
Secara umum dalam melakukan penalaran, modus ponens
digunakan dengan cara pendekatan. Sebagai contoh, jika ditemukan suatu kaidah
implikasi yang sama dengan “jika tomat itu merah maka tomat itu masak”,
misalnya “tomat itu kurang lebih merah,” maka dapat disimpulkan “tomat itu
kurang lebih masak”, hal ini dapat dituliskan seperti berikut:
premise 1
(kenyataan) : x
adalah A’,
premise 2 (kaidah) : jika
x adalah A maka y adalah B.
Consequence
(kesimpulan) : y
adalah B’.
Dengan A’adalah dekat ke A dan B’adalah dekat ke B.
Ketika A, B, A’ dan B’adalah himpunan fuzzy dari semesta yang berhubungan, maka
penarikan kesimpulan seperti tersebut dinamakan penalaran dengan pendekatan
(approximate reasoning) yang disebut juga dengan generalized modus ponens
(GMP).
4.
Rangkaian Forward
dan backward
Forward chaining merupakan metode inferensi yang
melakukan penalaran dari suatu masalah kepada solusinya. Jika klausa premis
sesuai dengan situasi (bernilai TRUE), maka proses akan menyatakan konklusi.
Forward chaining adalah data-driven karena inferensi dimulai dengan informasi
yang tersedia dan baru konklusi diperoleh. Jika suatu aplikasi menghasilkan
tree yang lebar dan tidak dalam, maka gunakan forward chaining.
Contoh :
Terdapat 10 aturan
yang tersimpan dalam basis pengetahuan yaitu :
R1 : if A and B then
C
R2 : if C then D
R3 : if A and E
then F
R4 : if A then G
R5 : if F and G
then D
R6 : if G and E
then H
R7 : if C and H
then I
R8 : if I and A
then J
R9 : if G then J
R10 : if J then K
Backward Chaining
Menggunakan
pendekatan goal-driven, dimulai dari harapan apa yang akan terjadi (hipotesis)
dan kemudian mencari bukti yang mendukung (atau berlawanan) dengan harapan
kita. Sering hal ini memerlukan perumusan dan pengujian hipotesis sementara.
Jika suatu aplikasi menghasilkan tree yang sempit dan cukup dalam, maka gunakan
backward chaining
Contoh :
Seperti pada
contoh forward chining, terdapat 10 aturan yang sama pada basis pengetahuan dan
fakta awal yang diberikan hanya A dan E. ingin membuktikan apakah K bernilai
benar.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar